Hal tersebut penting, mengingat kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintahan Joe Biden akan berpengaruh dalam membentuk konstelasi geopolitik dan geoekonomi global termasuk Indonesia.
Terpilihnya Biden tentunya juga diharapkan dunia akan berimplikasi pada pergeseran atau review dan koreksi terhadap kebijakan pemerintahan AS sebelumnya, terutama kebijakan kontroversial Donald Trump.
Bagi Indonesia sendiri, hadirnya Biden Effect diharapkan tidak hanya memberikan dampak instan atau sesaat. Tetapi juga mendorong lahirnya kebijakan yang akan memberi nilai kemanfaatan tidak hanya bermanfaat pada tatanan kehidupan global tapi juga bagi kepentingan nasional. Salah satunya soal isu yang ramai sekarang ini yakni isu Natuna.
“Dalam isu tersebut, meskipun Biden nanti akan mengambil kebijakan yang lebih lunak terkait perang dagang dengan Tiongkok, tapi persaingan kedua negara tersebut tetap akan berlangsung. Menyikapi ini, Indonesia harus lebih cerdik dengan mengambil peluang dan manfaat. Namun, tetap berhati-hati dalam mengambil kebijakan,” katanya.
Hal tersebut disampaikannya dalam gelar acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Kepentingan Ekonomi NKRI di Era Joe Biden, kerja sama MPR dengan Brain Society Center (BS Center) di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Hadir sebagai narasumber utama yakni Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana, Duta Besar RI untuk PBB periode 2004-2007 Prof Makarim Wibisono, dan Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Phil Shiska Prabawaningtyas.
Hadir pula sebagai peserta dan pembahas antara lain, Ketua BS Center Ahmadi Noor Supit, Ketua Dewan Pakar BS Center Prof Didin S Damanhuri, Rektor UIN Syarief Hidayatullah Prof Amany Lubis, Rektor Universitas Trisakti Prof Ali Ghufron Mukti, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, Direktur Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta Marlinda Irwanti Puteh, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP Syaifullah Tamliha, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Al Muzammil Yusuf, Ketua BEM IPB Bhirawa Ananditya Wicaksana, Perwakilan Lemhanas Rosita Noor dan Sekretaris Jenderal MPR Ma’ruf Cahyono.
Ketua MPR dari partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini juga mengungkapkan bahwa ada beberapa aspek kepentingan yang diharapkan akan memberikan angin segar kepada Indonesia pasca terpilihnya Biden selain penyelesaian sengketa Laut China Selatan, yakni penguatan kemitraan strategis Indonesia- AS dan peningkatan kerja sama bilateral khususnya bidang perekonomian yang ditandai dengan meningkatnya nilai investasi ‘negeri paman Sam’ di Indonesia.
Harapan itu, lanjutnya, tentu tidak berlebihan mengingat hingga saat ini Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki masih dipandang sebagai negara yang paling berpengaruh baik dalam bidang perekonomian maupun dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.
“Yang penting diingat adalah harapan yang kita dambakan dari pemerintahan Joe Biden bukanlah sesuatu yang given. Tetapi, sesuatu yang memang harus kita diperjuangkan. Mengapa? Karena implementasi kebijakan AS baik di bidang politik dan ekonomi tentunya dilakukan dalam kerangka melindungi kepentingan nasional AS sendiri. Artinya, kita akan membutuhkan kemampuan bernegoisiasi yang andal dalam melakukan lobi-lobi untuk kepentingan nasional kita dengan pemerintahan baru AS,” terangnya.
Bamsoet mengingatkan bahwa Indonesia bukanlah negara satu-satunya yang berharap manfaat dari suksesi kepemimpinan AS itu. Untuk itu, peningkatan daya saing Indonesia adalah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi dan terus dikembangkan. Sebab, kehadiran pemerintahan baru Joe Biden bukan hanya menghadirkan peluang atau harapan baru. Tapi, juga tantangan yang harus dijawab bangsa ini dengan peningkatan daya saing pada seluruh sektor pembangunan.
Bamsoet mengajak masyarakat Indonesia menyadari bahwa apapun harapan dan keinginan bangsa ini pasca suksesi kepemimpinan AS, dalam konteks hubungan internasional, Indonesia adalah negara yang berdaulat dalam menentukan sikap dan pendirian politik, sehingga tidak boleh terombang-ambing oleh arus politik global.
Yang juga mesti dipahami rakyat, Indonesia ternyata merupakan surga bagi pasar dunia karena kita memiliki jumlah penduduk yang besar sekitar 250 juta lebih, dengan ekonomi yang lumayan bagus.
“Kita juga memiliki sumber daya alam yang luarbiasa besar, dan beberapa di antaranya tidak ada di dunia hanya kita saja yang memilikinya. Potensi besar inilah yang menjadi incaran banyak pihak sehingga Indonesia terlihat sebagai gadis molek umur tujuh belasan tahun,” ujarnya.
Ketua MPR dari partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini juga mengungkapkan bahwa ada beberapa aspek kepentingan yang diharapkan akan memberikan angin segar kepada Indonesia pasca terpilihnya Biden selain penyelesaian sengketa Laut China Selatan, yakni penguatan kemitraan strategis Indonesia- AS dan peningkatan kerja sama bilateral khususnya bidang perekonomian yang ditandai dengan meningkatnya nilai investasi ‘negeri paman Sam’ di Indonesia.
Harapan itu, lanjutnya, tentu tidak berlebihan mengingat hingga saat ini Indonesia dengan segala potensi yang dimiliki masih dipandang sebagai negara yang paling berpengaruh baik dalam bidang perekonomian maupun dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.
“Yang penting diingat adalah harapan yang kita dambakan dari pemerintahan Joe Biden bukanlah sesuatu yang given. Tetapi, sesuatu yang memang harus kita diperjuangkan. Mengapa? Karena implementasi kebijakan AS baik di bidang politik dan ekonomi tentunya dilakukan dalam kerangka melindungi kepentingan nasional AS sendiri. Artinya, kita akan membutuhkan kemampuan bernegoisiasi yang andal dalam melakukan lobi-lobi untuk kepentingan nasional kita dengan pemerintahan baru AS,” terangnya.
Bamsoet mengingatkan bahwa Indonesia bukanlah negara satu-satunya yang berharap manfaat dari suksesi kepemimpinan AS itu. Untuk itu, peningkatan daya saing Indonesia adalah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi dan terus dikembangkan. Sebab, kehadiran pemerintahan baru Joe Biden bukan hanya menghadirkan peluang atau harapan baru. Tapi, juga tantangan yang harus dijawab bangsa ini dengan peningkatan daya saing pada seluruh sektor pembangunan.
Bamsoet mengajak masyarakat Indonesia menyadari bahwa apapun harapan dan keinginan bangsa ini pasca suksesi kepemimpinan AS, dalam konteks hubungan internasional, Indonesia adalah negara yang berdaulat dalam menentukan sikap dan pendirian politik, sehingga tidak boleh terombang-ambing oleh arus politik global.
Yang juga mesti dipahami rakyat, Indonesia ternyata merupakan surga bagi pasar dunia karena kita memiliki jumlah penduduk yang besar sekitar 250 juta lebih, dengan ekonomi yang lumayan bagus.
“Kita juga memiliki sumber daya alam yang luarbiasa besar, dan beberapa di antaranya tidak ada di dunia hanya kita saja yang memilikinya. Potensi besar inilah yang menjadi incaran banyak pihak sehingga Indonesia terlihat sebagai gadis molek umur tujuh belasan tahun,” ujarnya.
“Hanya saja di era Biden, Indonesia harus waspada. Bukan tidak mungkin Biden akan mencermati dan memperhatikan isu HAM dalam penanganan separatisme. Sebab, Indonesia secara konsisten telah mendapat kritikan dari Presiden AS asal partai Demokrat, baik Jimmy Carter maupun Bill Clinton. Pada masa Barrack Obama pun banyak pihak yang meminta agar Obama bisa mengintervensi Indonesia dalam penanganan masalah HAM. Di sini Indonesia harus siap dan memiliki sejumlah argumentasi jika Biden mempermasalahkan nanti,” katanya.
Namun, menurut Hikmahanto, isu HAM ini tidak akan sampai menganggu penguatan kerja sama pertahanan AS-Indonesia maupun perpanjangan Generalized System of Preferences (GSP). Dua hal ini tidak mungkin dikompromikan oleh AS dengan isu HAM dalam penanganan separatisme oleh Indonesia.
“Ini karena Indonesia oleh AS dianggap penting dalam menghadapi China,” tambahnya.