MoU ini untuk memperkuat partisipasi AS dalam berbagai sektor pembangunan di Indonesia antara lain energi, infrastruktur, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pelayanan kesehatan, serta lingkungan.
Selain itu, lanjut Bamsoet, ada juga penandatanganan Letter of Interest (LoI) dari United States International Development Finance Corporation (DFC) yang akan menginvestasikan USD 2 miliar setara Rp 28,3 triliun untuk Sovereign Wealth Fund/SWF (Lembaga Pengelola Investasi di Indonesia). “Kedua perjanjian tersebut ditandatangani di akhir periode pemerintahan Presiden Trump karenanya perlu mengawal jangan sampai ada perubahan di masa pemerintahan Presiden Joe Biden,” ujar Bamsoet dalam FGD kerja sama MPR RI dengan Brain Society Center (BS Center) bertema ‘Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Kepentingan Ekonomi NKRI di Era Joe Biden’, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/12).
Turut hadir antara lain Ketua Umum BS Center yang juga mantan Ketua Banggar dan Ketua Komisi XI DPR Ahmadi Noor Supit, pakar hukum internasional sekaligus Rektor Universitas Achmad Yani Hikmahanto Juwana, Dubes RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Periode Tahun 2004-2007, Makarim Wibisono, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas dan anggota Dewan Pakar BS Center Alfan Alfian. Bamsoet yang juga calon ketum IMI ini memaparkan banyak komunitas global berharap terpilihnya Joe Biden akan menjadi ‘koreksi’ atas berbagai kebijakan kontroversial Trump sebelumnya.
Demikian juga bagi Indonesia, hadirnya ‘Biden effect’ diharapkan tidak hanya memberi dampak instan tetapi juga mendorong lahirnya berbagai kebijakan yang akan memberi nilai kemanfaatan.
“Beberapa aspek yang bersinggungan dengan kepentingan politik dan kepentingan ekonomi Indonesia pascaterpilihnya Joe Biden, antara lain penyelesaian Laut China Selatan, di mana Indonesia punya kepentingan menjaga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif di Perairan Natuna. Selain juga pada penguatan kemitraan strategis Indonesia-Amerika Serikat, serta peningkatan kerja sama bilateral khususnya di bidang perekonomian yang ditandai peningkatan nilai investasi Amerika di Indonesia,” papar Bamsoet. Ketua ke-20 DPR RI ini mengingatkan berbagai harapan yang ‘didambakan’ dari pemerintahan Joe Biden tersebut bukanlah sesuatu pemberian, tetapi yang harus diperjuangkan. Karena implementasi kebijakan luar negeri AS baik di bidang politik dan ekonomi tentunya juga dilakukan dalam kerangka melindungi kepentingan nasional mereka. “Artinya, kita membutuhkan kemampuan bernegosiasi yang andal untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kehadiran pemerintahan Joe Biden tidak saja menghadirkan peluang, tetapi juga tantangan yang harus kita jawab dengan peningkatan daya saing pada seluruh sektor dan bidang pembangunan,” tutur Bamsoet.
Wakil ketum Kadin Indonesia ini memperkirakan meskipun Joe Biden akan mengambil kebijakan yang lebih lunak terkait ‘perang dagang’ dengan Tiongkok, persaingan antara kedua negara besar tersebut masih tetap berlangsung. Karena itu, Indonesia harus cerdik mengambil manfaat namun tetap prudent dan berhati-hati dalam mengambil kebijakan. “Indonesia adalah subjek yang berdaulat untuk menentukan sikap dan pendirian politik, tidak boleh terombang-ambing oleh arus politik global. Prinsip politik luar negeri kita adalah bebas aktif. Dimaknai sebagai sikap independensi dari keberpihakan dan ketergantungan pada salah satu kutub kekuatan global, serta berperan aktif dalam upaya menciptakan perdamaian dunia,” pungkas Bamsoet. Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa terlepas bagaimana Joe Biden nanti akan melaksanakan kebijakan luar negerinya, Indonesia harus menjalin hubungan dengan AS yang bisa menguntungkan kepentingan nasional.
“Tugas dari siapa pun pengelola pemerintahan di Indonesia, agar hubungan dengan berbagai negara termasuk AS dan China tidak digantungkan dengan siapa presidennya. Tidak juga digantungkan pada garis politik suatu negara. Terpenting, hubungan yang dijalin mempunyai nilai positif bagi Indonesia,” kata dia. Hikmahanto menambahkan, Indonesia harus konsisten menjalankan politik luar negerinya yang bebas aktif. Dia menegaskan Indonesia akan bersahabat dengan negara mana pun selama menguntungkan dan diabdikan untuk kepentingan nasional. “Namun, bila kepentingan Indonesia dilanggar meski Indonesia telah banyak mendapatkan fasilitas dan kemudahan maka Indonesia harus tegas dan bersuara,” ujar Hikmahanto.
Makarim Wibisono menuturkan di era pemerintahan Joe Biden nanti, Indonesia bisa meningkatkan diplomasi di bidang ekonomi di antaranya di sektor perdagangan, investasi, dan pariwisata. “Keberhasilan di tiga sektor bisnis tersebut, merupakan sumbangan penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Indonesia juga bisa bekerja sama dengan Amerika Serikat guna mengatasi terorisme, money laundering ataupun cyber crimes yang dapat membahayakan perekonomian Indonesia,” pungkas Makarim. (*/jpnn)